Dari Tradisi ke Tren Modern: Evolusi Hospitality di Indonesia
Selamat Datang di Negeri Ramah Tamah!
Kalau bicara soal hospitality alias keramahtamahan, Indonesia udah kayak juragan sambutan hangat sejak zaman nenek moyang. Dari tamu datang langsung disuguhin teh manis (atau kopi tubruk setengah ampas), sampai ditawarin makan meski cuma ada kerupuk dan nasi dingin—itulah bentuk hospitality versi lokal yang bikin tamu merasa jadi raja, meski datang pas jam tidur siang.
Dulu, yang namanya layanan tamu itu murni pakai hati. Tapi sekarang? Wah, udah masuk ke ranah profesional—dari hotel berbintang alphahospitalmysuru.com sampai homestay Instagramable yang full AC dan free WiFi. Evolusinya? Bukan cuma soal ganti seprai, tapi juga soal teknologi, gaya hidup, dan tentu saja, konten Instagram yang aesthetic.
Dulu Disambut Pak RT, Sekarang Pak Resepsionis
Zaman dulu, kalau ada tamu nginep, cukup gelar tikar di ruang tamu. Nggak pakai AC, nggak pakai sabun sachet, dan kamar mandi ya satu untuk semua. Tapi sekarang? Hotel-hotel di Indonesia bersaing bukan cuma soal harga, tapi juga soal vibes. Ada hotel yang temanya hutan tropis, hotel ala-ala Jepang, sampai hotel kapsul yang bikin kamu merasa tidur di laci koper.
Hospitality kini bukan lagi sekadar menyambut, tapi menciptakan pengalaman. Tamu datang bukan cuma buat tidur, tapi buat update story, cari spot aesthetic, dan tentu aja—sarapan buffet yang bisa ambil sosis lima kali tanpa malu-malu.
Dari Nasi Uduk ke Brunch ala Eropa
Kuliner juga bagian penting dari hospitality. Dulu, tamu nginep di rumah? Dikasih nasi uduk, tempe goreng, dan teh tawar. Sekarang? Hotel bintang lima punya menu brunch lengkap: croissant hangat, kopi arabika, sampai smoothie bowl berwarna ungu yang nggak semua orang tahu rasanya apa.
Restoran hotel kini punya chef yang sekolahnya di Paris, plating makanannya kayak seni rupa, dan harga satu porsi bisa bikin dompet nyari alasan.
Hospitality Lokal vs Global: Siapa Lebih Jago?
Indonesia punya keunggulan dalam urusan senyum dan sapaan. Petugas hotel di sini bisa mengucapkan “Selamat pagi, Bapak/Ibu” bahkan lima kali dalam satu menit. Tapi jangan salah, hotel-hotel global juga ikut meramaikan persaingan. Mereka bawa standar internasional: kamar harus wangi, bantal harus empuk, dan tamu harus merasa lebih penting dari bos besar.
Makanya, sekarang hospitality di Indonesia udah jadi kombinasi mantap antara tradisi lokal yang ramah dan teknologi modern yang canggih. Mau check-in pakai aplikasi? Bisa. Mau pesan room service via chat? Bisa. Tapi tetap disambut dengan senyuman khas Indonesia yang bisa ngalahin sinar matahari Bali.
Senyum, Selfie, dan Staycation
Tren staycation bikin bisnis hospitality makin seru. Orang-orang sekarang nginep di hotel bukan karena liburan jauh, tapi karena bosan sama rumah sendiri. Mulai dari pasangan yang mau “healing,” ibu-ibu arisan, sampai konten kreator yang cari spot baru buat TikTok—semua jadi pasar potensial.
Hospitality pun menyesuaikan. Kamar harus Instagram-worthy, makanan harus TikTokable, dan pelayanan harus googlable. Bahkan ada hotel yang sedia ring light di kamar. Iya, demi tamu bisa bikin konten sambil rebahan.
Jadi, dari zaman tikar sampai zaman TikTok, hospitality di Indonesia udah berevolusi jauh. Tapi satu hal yang nggak berubah: keramahan itu tetap jadi DNA orang Indonesia. Meski sekarang disajikan dengan latte art dan playlist lo-fi, intinya tetap: bikin tamu merasa di rumah, meski kamar mandinya dua kali lebih besar dari rumahnya sendiri.